PENDAHULUAN
Obesitas merupakan epidemi yang menyebar di seluruh dunia. Dalam beberapa dasawarsa belakangan ini prevalensi obesitas meningkat. Pusat statistik kesehatan nasional AS memperkirakan prevalensi obesitas di AS sebesar 35% dan mengindikasikan jika tingkat perubahan berat badan tidak dikurangi, maka pada tahun 2230, 100% orang dewasa di AS akan kelebihan berat badan. Walaupun hal ini tidak mungkin terjadi dan merupakan ekstrapolasi dari kecendrungan masa kini yang mengkhawatirkan.
Obesitas menjadi masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus karena berkaitan dengan berbagai faktor resiko penyakit antara lain hipertensi, dislipidemia, hiper trigliseridemia, aterosklerosis, yang seluruhnya merupakan faktor resiko untuk penyakit jantung koroner. WHO 1997 menyatakan bahwa obesitas merupakan masalah epidemologi global serta ancaman yang serius bagi kesehatan.
Untuk Indonesia, prevalensi obesitas juga meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup, banyaknya makanan siap saji yang mengandung kadar lemak yang tinggi, di samping adanya perubahan derajat aktivitas. Penelitian oleh Kodya dkk,di 12 kota besar di Indonesia dengan 10.494 subyek berumur antara 18-65 tahun, mendapat hasil 10,3% subyek termasuk gizi
lebih (IMT>27) dan 12,2% termasuk gemuk tingkat berat/obesitas (IMF>27).
Berbagai mekanisme kontrol untuk memelihara berat badan di atur oleh hipotalamus dalam jangka pendek dan panjang. Adapun peptida yang berpengaruh terhadap pengaturan berat badan adalah Leptin, neuropeptide, cholecystokinin, insulin dan sekelompok peptida yang lain.Telah banyak usaha dilakukan untuk menanggulangi masalah obesitas, di antaranya melakukan diet dengan keberhasilan yang sangat bervariasi.
Penemuan baru-baru ini terhadap leptin, yaitu sebuah faktor kepuasan yang kuat telah menimbulkan spekulasi mengenai kemungkinan baru bagi pengobatan dan pencegahan obesitas.Dalam makalah ini di bahas tentang kemungkinan Leptin untuk digunakan sebagai terapi obestas.
Obesitas sebagai akibat dari gangguan keseimbangan energi tubuh, ditandai dengan adanya penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
Kriteria Diagnostik
Terdapat beberapa macam kriteria yang di pakai untuk menentukan obesitas secara antropometri, antara lain :
Berat Badan (BB)
Pada cara ini hanya di lihat persen berat badan terhadap berat badan idaman / standar.
Kelemahan cara ini ialah :
1. Tidak dikaitkan dengan tinggi badan (TB) sehingga tidak mencerminkan proporsi tubuh.
2. Penampilan fisik seseorang dipengaruhi komposisi tubuh, yang terdiri dari massa lemak dan massa tanpa lemak, sehingga seseorang dengan BB yang sama dapat mempunyai lemak tubuh yang berbeda.
Berat Badan & Tinggi Badan
BB/TB mencerminkan proporsi tubuh, BB/TB2 (IMT/Indeks Massa Tubuh = Quetelet Index) memberikan gambaran massa tubuh tanpa lemak (Lean Body Mass)
Tabel 1.Kategori obesitas berdasarkan
BB dan TB
Kategori | BB/TB (%) | BB/TB2 (%) |
Obesitas ringan/derajat I | 120-135 | 25-29,9 |
Obesitas sedang/derajat II | 135-150 | 30-40 |
Obesitas berat/derajat III | 150-200 | >40 |
Kelemahan BB : sedikit korelasinya dengan lemak tubuh.
Kelemahan IMT : beberapa individu berotot dapat di klasifikasi Sebagai obesitas.
Tebal Lipatan Kulit (skin fold tickness)
Kandungan lemak tubuh adalah komponen yang paling bervariasi dalam tubuh, berbeda antara individu pada jenis kelamin, tinggi dan berat yang sama. Rata-rata kandungan lemak pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki yaitu 26,9% dari total berat badan dibandingkan 14,7% pada laki-laki,Sedang lemak cadangan pada perempuan sebesar 15% dari total berat badan dan 12% pada laki-laki. Sepertiga dari total lemak tubuh subkutan, di mana persentasinya akan meningkat sesuai dengan peningkatan berat badan.
Kriteria obesitas dengan mengukur tebal lipatan kulit / subkutan dapat di ukur pada beberapa tempat; memakai jumlah (dalam mm) 4 lokasi lipatan kulit pada biseps, triseps, subs kapula dan suprailliaka, dengan menggunakan tabel dapat diketahui kandungan lemak dalam persen BB sesuai dengan jenis kelamin dan usianya.
Kelemahan :
1. kesalahan pengukuran intra dan interpersonal cukup besar.
2. Penggukuran lebih sulit pada obesitas berat.
Perbandingan lingkar pinggang / lingkar panggul (waist Hip Ratio)
Untuk penilaian obesitas abnormal berkaitan dengan obesitas sentral, dipakai WHR. Nilai > 0,9 pada laki-laki dan > 0,85 pada perempuan menunjukkan adanya obesitas sentral.
ETIOLOGI OBESITAS
Etiologi timbul obesitas multi faktorial yang umumnya saling meningkatkan dan berkaitan satu sama lain. Lingkungan dan genetik, keduanya berinteraksi dengan kompleks, termasuk pengaruh faktor psikologik dan kebudayaan sama besar dengan mekanisme regulasi fisiologik.
Prevalensi yang meningkat dari obesitas pada beberapa puluh tahun terakhir ini berakibat perubahan lingkungan dan pola hidup memegang peranan yang sangat penting. Kurangnya aktivitas dan konsumsi lemak yang berlebihan, menyebabkan keadaan balans energi positif dalam jangka waktu lama, sehingga merupakan faktor inisiasi obesitas.
Pada penelitian besar Sorense yang di kutip oleh Wardle pada kelompok anak yang di adopsi, menunjukan sedikit pengaruh kegemukan (dengan implikasi gaya hidup) orang tua angkat pada anak yang di adopsinya.Dibandingkan penelitian yang dilakukan pada kembar identik yang tinggal terpisah, didapatkan kenaikan berat badan yang hampir sama pada keduanya. Tetapi pada waktu yang sama, diketahui kembar identik dewasa tidaklah identik berat bedanya, jadi pengaruh lingkungan juga ikut berperan.
Penelitian terbaru dari beberapa sentral penelitian menunjukan obesitas pada manusia diperkirakan sebanyak 50% - 79% mempunyai komponen genetik, berarti mempunyai peran yang bermakna pada timbulnya. Genetik dari orang tua merupakan predis posisi menjadi obesitas.
KOMPLIKASI
Obesitas terutama yang berat merupakan suatu problem kesehatan yang bermakna berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Peningkatan resiko kesehatan ini berhubungan dengan distribusi lemak abdominal dan tidak hanya semata-mata derajat obesitas. Metabolisme jaringan lemak abdomen di duga sebagai penyebab dari beberapa resiko yang berat sebagai suatu gejala sindroma X berupa resistensi insulin, hiperinsulinemia, diabetes tidak tergantung insulin (NIDDM), hipertensi, gangguan metabolisme lemak dan pembentukan batu kolesterol pada empedu, dan semuanya ini merupakan faktor resiko timbulnya penyakit jantung koroner.
LEPTIN
Pada tahun 1995 ditemukan gen obesitas (cb), yaitu suatu rantai protein yang tersusun oleh 167 asam amino. Protein ini di sebut Leptin yang di ambil dari kata Yunani “Leptos” yang berarti kurus.
Leptin adalah protein yang di kode oleh gen kegemukan dan disekresikan oleh sel-sel lemak sebagai respons terhadap status nutrisi. Dengan teknik pemeriksaan radioim munoassay dapat di ukur kadar leptin dalam serum. Pada orang dengan berat badan normal (IMT 23,0 + 2,5) kadar leptin berkisar 7,5 + 9,3 ng/ml, sedangkan pada penderitaan obesitas dengan indeks massa tubuh untuk pria >27,3 dan wanita >27,8, kadar leptin berkisar 31,3 + 24,1 ng/ml.
LEPTIN SEBAGAI KEMUNGKINAN UNTUK TERAPI OBESITAS
Pengobatan tikus yang gemuk secara genetik dengan leptin menghasilkan masukan makanan yang berkurang, kehilangan berat badan dan penurunan lemak tubuh. Leptin mungkin merupakan sinyal hormonal dari lemak tubuh yang telah lama di cari-cari dan di usulkan di dalam teori lipostat.
Pengobatan dengan leptin membuat tikus normal maupun tikus gemuk menjadi kurus. Tiga kelompok peneliti secara bersamaan melaporkan bahwa injeksi leptin intra peritoneal menyebabkan penurunan asupan makanan dan kehilangan berat badan pada tikus ob/ob dan tikus normal. Terutama, dua dari laporan ini dari tim peneliti farmasi, satu dari Amgen dan lainnya dari Hoffman-La Roche. Dapat dipahami, perusahaan-perusahaan ini sangat tertarik pada pengembangan obat-obatan baru untuk menurunkan berat badan. Dalam hal ini, patut di catat bahwa leptin eksogen adalah efektif pada tikus normal dengan obesitas yang berkurang dengan diet lemak-tinggi. Penurunan pada berat badan tergantung pada dosis dan waktu; misalnya injeksi leptin 6 ug dua kali sehari menghasilkan penurunan berat badan 7% dalam waktu 5 hari pada tikus ob/ob. Di ikuti dengan peningkatan berat yang cepat selama 2 hari tanpa perlakuan. Kelanjutan injeksi tidak menimbulkan penurunan berat lebih lanjut tetapi berat badan stabil dengan kecepatan yang semakin berkurang; perubahan yang sama tetapi lebih kecil terlihat pada separoh dosis. Sekali injeksi intravenous dengan leptin 3 ug iv tunggal, setelah puasa selama semalam, menurunkan asupan makanan sebesar 45% selama 7 jam berikutnya. Pada tikus ob/ob yang diperlukan setiap hari dengan leptin 5 ug per gram berat badan (-100 ug leptin/tikus) selama 33 hari, kelompok Friedman menemukan bahwa berat badan menurun secara tetap sampai 60% dari tingkat awal, dan lemak tubuh menurun sampai 28% dibandingkan 60% pada tikus kontrol. Masukan makanan menurun secara bermakna pada hari ke 2 dan stabil menjelang hari ke 4 pada keadaan -40% dari asupan tikus kontrol. Pada tikus betina normal, lemak tubuh berkurang dari 1% dibandingkan dengan 12% pada tikus kontrol.
Di samping dampak kepuasan, leptin mungkin menimbulkan kehilangan berat badan dengan merangsang thermogenesis dan kegiatan fisik. Tikus ob/ob yang di beri makan yang sama tidak kehilangan sebanyak berat sebagai mana tikus ob/ob yang di obati dengan leptin, yang menunjukkan bahwa leptin juga menimbulkan kenaikan pada pengeluaran energi. Pellerymounter et al, mengamati bahwa pemberian leptin menormalisir konsumsi oksigen, suhu tubuh, dan kegiatan lokomotor, yang rendah pada tikus ob/ob, tetapi tidak mempunyai efek tersebut pada tikus normal; hyperinsulinemia dan hyperglycemia yang terdapat pada tikus ob/ob juga berkurang sampai tingkat normal yang tergantung pada dosis.
Efek rasa kenyang leptin mungkin ditengahi dengan interaksi dengan neuropetide Y (NPY). Team riset Eli Lilly menunjukkan bahwa leptin menghambat sintesis dan pelepasan NPY yang merupakan stimulator napsu makan yang kuat. Dengan fungsi-fungsi yang berlawanan dengan fungsi-fungsi leptin, NPY meningkatkan masukan makanan, mengurangi thermogenesis, dan meningkatkan masukan makanan, mengurangi thermogenesis, dan meningkatkan tingkat plasma insulin dan corticoserone. mRNA untuk NPY di dalam hipotalamus meningkat pada tikus kecil ob/ob dan menurun dengan injeksi leptin subcutaneous selama 30 hari. In vitro, leptin menghambat pelepasan NPY dari sel-sel hipotalamus dari tikus besar normal. Jadi leptin bisa bekerja dengan mengurangi kadar NPY, yang akan menimbulkan effek rasa kenyang.
KESIMPULAN
Obesitas merupakan problem kesehatan yang cukup besar di negara maju maupun Indonesia, sehubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Etiologi obesitas multi faktoril yang dipengaruhi oleh lingkungan, genetik, psikologik yang saling berkaitan satu sama lain.
Komplikasi obesitas berupa penyakit kronis, resistensi insulin, hipertensi, NIDDM, displidemia dengan akibat peningkatan resiko PJK.
Penemuan leptin sebagai hormon yang mengatur keseimbangan energi tubuh dengan menurunkan napsu makan, meningkatkan termogenesis dan aktivitas fisik merupakan suatu harapan baru dalam pengembangan penelitian kemungkinan dipakainya leptin sebagai pengobatan farmakologi yang menyokong efek program pengaturan berat badan konvensional dalam terapi obesitas.
KEPUSTAKAAN
1. Behme MT (1996), Leptin : Product of the Obese Gene Nutrition Today Vol. 31 No. 4 hal. 138-41.
2. Bray GA (1996), Obesity dalam Present Knowledge in Nutrition 7 th and (Ziegler EE:& Filer LJ, eds), hal 19-24 ILSI Press, Washington DC.
3. Caro FJ, Sinha k M, Kolaczynski WJ, Zhang LP, Considine VR (1996), Leptin : The Tale of an Obesity Gene Diabetes, Vol. 45, hal. 1455-62.
4. Gibson RS (1993). Principle of Nutritional Assessment, hal. 187-95, Oxford University Press, New York.
5. Hendromartono (2000), Dietary Treatment of Obesity in Weight Management National Workshop, Denpasar.
6. James WPT, Hoggard N, Ralph A. (2000), Nutrition and Genetics dalam Human Nutrition and Dietetics, Tenth Edition (Gorrow JS, James WPT, Ralph), hal 289-99, Churchill Livingstone.
7. Kodyat B.A Minarto. Ramchan Raoef, dkk (1996), Survei Indeks Massa Tubuh (IMT) di 12 Kotamadya Indonesia, Gizi Indonesia 21 : 52 – 61.
8. Scwartz MW, Ronald L, Steven EK,dkk (1997), Evidence That Plasma Leptin and Insulin Levels are associated with Body
9. Adiposity via Different Mechanisme, Diabetes Care, 20 : 1476 – 81.
10. Wardle J (1996), Obesity and Behavior Change : Matching Problems to Practice, International Journal of Behavior Change : Matching Problems to Practice, International Journal of Obesity 20, Suppll, 51-58.
11. Wildman E.C., Medeiros MD (2000); Advanced Human Nutrition, hal. 321-42, CRC Press, Washington DC.
TUGAS KELOMPOK
Makalah Dasar-Dasar Gizi
OBESITAS PADA ORANG DEWASA
![]() |
NAMA : ZAINUDDIN
NIM : K11109266
KELAS : B
KELAS B :
ZAINUDDIN (K11109266)
FAJRIN SALEH (K11109281)
MUH.SUYUTI SYAM (K11109289)
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar