Social Icons

Pages

About me

sebuah nama sebuah serita dan seutas mimpi......

Minggu, 02 Januari 2011

BAB 1.  PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG

              Informasi merupakn hal terpenting dalam sebuah masyrakat modern dan berkembang. Kebutuhan akan informasi merupukan sesuatu yang primer dan harus “up to date” , mulai dari masyarakat kalangan bawah hingga masyarakat minoritas. Hal inipun sejalan dengan informasi iklim dan cuaca bagi pertanian. Dalam wilayah pertanian, informasi mengenai iklim dan cuaca merupakan sesuatu yang mutlak  utamanya untuk pengembangan pertanian.
              Informasi iklim dam cuaca salah satu persyaratan lingkungan, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan hasil produksi pertanian. Pengaruhnya dapat bersifat langsung maupun tidak langsung berbeda pada setiap jenis dan fase pertumbuhan tanaman.
              Dalam data cuaca tau iklim bersifat mewakili semua keadan atmosfir pada suatu daerah dalam jangka waaktu yang lama. Dalam hal ini data mengenai curah hujan merupakan informasi yang paling penting dalam pengembangan komoditas pertanian. Sulawesi selatan merupakan daerah bahasan kita kali ini. Ini untuk memeperdalam mengenai data dan informasi cuaca dan iklim disetiap daerah di sulawesi selatan. Dengan demikian  sangat perlu adanya informasi mengenai data cuaca dan iklim dan unsur-unsurnya. Oleh karena itu kami akan mengolah data curah hujan dan berbagai unsurnya dari salah satu stasium klimatologi di Sulawesi selatan.

1.2  TUJUAN  DAN KEGUNAAN
Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk lebih memahami mengenai setiap unsur- unsur cuaca dan iklim daerah bersangkutan
2.      Menambah pengetahuan mengenai cara pengolahan data curah hujan suatu daerah
3.      Memberikan pengetahuan baru kepada pembaca mengenai data cuarah hujan daerah bersangkutan, sehingga analisis mengenai pengembangan wilayah pertanian dapat dilakukan dan terencana
4.      Memenuhi tugas salah satu mata kuliah
5.       Mengetahui dan memeberikan informasi kepada mahasiswa mengenai iklim dan pewialyahan pertanian pada daerah bersangkutan

1.3              TI NJAUAN PUSTAKA

·  Bola kering dan bola basah

 Suhu Bola Kering
      Suhu bola kering atau dry bulb temperature (Tdb) merupakan suhu campuran udara kering dan uap air yang diukur melalui skala termometer raksa secara langsung (http://www.taftan.com, 1998). Suhu udara bola kering tidak dipengaruhi oleh jumlah uap air yang terkandung dalam udara. Menurut Zain dkk. (2005), dalam proses kesetimbangan kalor, suhu bola kering memengaruhi intensitas kalor yang diproduksi melalui penguapan (respirasi/evaporasi) maupun melalui konveksi, salah satunya dari sistem ventilasi.
Suhu Titik Embun
      Suhu titik embun atau dew point temperature (Tdp) merupakan suhu dari campuran udara saat terjadi kondensasi, ketika udara didinginkan. Kondensasi terjadi pada kelembaban mutlak dan tekanan parsial yang konstan, dikarenakan kalor yang terkandung di dalam campuran udara dilepaskan (Zain dkk., 2005).
Suhu Bola Basah
      Suhu bola basah atau wet bulb temperature (Twb) merupakan suhu dimana kesetimbangan terjadi antara campuran udara dengan uap air. Suhu bola basah akan dicapai, jika udara secara adiabatis telah jenuh oleh penguapan uap air (Zain dkk., 2005). Menurut http://www.taftan.com (1998), pengukuran suhu bola basah dapat dilakukan melalui termometer raksa yang terbalut kain basah pada ujung sensornya, dengan tujuan untuk mengurangi efek radiasi di dalam udara.
·   Pembagian Pola Iklim Dan Curah Hujan
Pembagian pola iklim menjadi tiga daerah di Indonesia berikut ini berdasarkan metode korelasi
ganda. Pembagian pola iklim ini saya ambil dari disertasi Dr.Edvin Aldrian.
  Region atau daerah A, pola curah hujannya berbentuk huruf U ( paling kiri), sedang pola Region B, pola curah hujannya berbentuk huruf M ( tengah) dengan dua puncak curah hujan.Sedangkan pola Region C berbentuk huruf U terbalik ( kanan) atau berkebalikan dengan Region A. Garis merah merupakan curah hujan dalam milimeter sedangkan garis hitam merupakan deviasinya.
Region A: region monsoon tengara/Australian monsoon
Region B: region semi-monsoon/NE Passat monsoon
Region C :region anti-monsoon/Indonesian throughflow
Dalam literatur lain:
 (Bayong,1999)
Region A:Type monsoon
Region B:Type ekuatorial
Region C : Type lokal
BMG Berdasarkan distribusi data rata-rata curah hujan bulanan, umumnya wilayah Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) pola hujan, yaitu :
1. Pola hujan monsun, yang wilayahnya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau kemudian dikelompokan dalam Zona Musim (ZOM), tipe curah hujan yang bersifat unimodial (satu puncak musim hujan,DJF musim hujan,JJA musim kemarau).
2. Pola hujan equatorial, yang wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan bimodial dengan dua puncak musim hujan maksimum dan hampir sepanjang tahun masuk dalam kreteria musim hujan. Pola ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat terjadi ekinoks.
3. Pola hujan lokal, yang wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan kebalikan dengan pola monsun. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsun.
Pa Pada kondisi normal, daerah yang bertipe hujan monsun akan mendapatkan jumlah curah hujan yang berlebih pada saat monsun barat (DJF) dibanding saat monsun timur (JJA).P Pengaruh monsun di daerah yang memiliki pola curah hujan ekuator kurang tegas akibat pengaruh insolasi pada saat terjadi ekinoks, demikian juga pada daerah yang memiliki pola curah hujan lokal yang lebih dipengaruhi oleh efek orografi .Gambar dibawah ini merupakan pola curah hujan dari BMG:
                 Pola umum curah hujan di Indonesia antara lain dipengaruhi oleh letak geografis. Secara rinci pola umum hujan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Pantai sebelah barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak daripada pantai sebelah timur.
  2. Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia bagian timur. Sebagai contoh, deretan pulau-pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT yang dihubungkan oleh selat-selat sempit, jumlah curah hujan yang terbanyak adalah Jawa Barat.
  3. Curah hujan juga bertambah sesuai dengan ketinggian tempat. Curah hujan terbanyak umumnya berada pada ketinggian antara 600 – 900 m di atas permukaan laut.
  4. Di daerah pedalaman, di semua pulau musim hujan jatuh pada musim pancaroba. Demikian juga halnya di daerah-daerah rawa yang besar.
  5. Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak DKAT.
  6. Saat mulai turunnya hujan bergeser dari barat ke timur seperti:
    1) Pantai barat pulau Sumatera sampai ke Bengkulu mendapat hujan terbanyak pada bulan November.
    2) Lampung-Bangka yang letaknya ke timur mendapat hujan terbanyak pada bulan Desember.
    3) Jawa bagian utara, Bali, NTB, dan NTT pada bulan Januari – Februari.
  7. Di Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah, musim hujannya berbeda, yaitu bulan Mei-Juni. Pada saat itu, daerah lain sedang mengalami musim kering. Batas daerah hujan Indonesia barat dan timur terletak pada kira-kira 120( Bujur Timur. Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama. Namun masih tergolong cukup banyak, yaitu rata-rata 2000 – 3000 mm/tahun. Begitu pula antara tempat yang satu dengan tempat yang lain rata-rata curah hujannya tidak sama.


·   Distribusi curah hujan Provinsi Sulawesi- Selatan
1.      SEKTOR BARAT Meliputi Kabupaten ; Selayar, Jeneponto, Takalar,Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Pare-Pare, dan Pinrang.
2.      SEKTRO TIMUR Meliputi Kabupaten ; Luwu, Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur Bone, Wajo, Sinjai, Bulukumba,dan Bantaeng.
3.      SEKTOR PERALIHAN Meliputi Kabupaten ; Sidrap, Soppeng, Tator, dan Enrekang.
            Berdasarkan data BMG bahwa pada tahun 2009 diketahui bahwa di Indonesia termasuk Sulawesi Selatan telah mengalami musim kemarau yang berkepanjangan dari bulan April 2009 hingga November 2009. Kejadian tersebut menyebabkan lahan pertanian tidak berproduksi bahkan sebagian mengalami gagal panen terutama pada wilayah pertanian lahan kering yakni sawah tadah hujan. Selain terjadinya gagal panen juga dapat memicu terjadinya ledakan hama belalang kembara pada wilayah-wilayah yang potensial untuk terjadi ledakan hama belalang.  Tsao menyelidiki terjadinya serangan belalang pada musim kemarau dan musim hujan di Cina dari tahun 2000 SM – 1900 M dan menemukan bahwa musim kemarau adalah faktor penting yang berpengaruh terhadap terjadinya serangan hama belalang, dengan nilai koefisien korelasi (r = 0,92). Awal serangan ditandai dengan peningkatan jumlah dan kerapatan populasi pada rumput-rumputan selama musim kering yang lebih panjang dari biasanya. Uvarov dalam penelitiannya di Kota Belud Kabupaten Sabah (Kalimantan) menemukan bahwa serangan utama belalang ekstrim pada areal rumput-rumputan, dominan alang-alang (limperata cylindrca), mengikuti pembukaan hutan (Budiyanto dkk., 1999).
            Contoh yang sederhana antara lain pada percobaan Paker dan Shelfood. Paker menyimpulkan bahwa telur belalang berkembang lebih cepat pada temperatur yang dibuat turun naik dibandingkan pada keadaan konstan. Percobaan yang samapun dilakukan oleh Shelfood, hasilnya adalah telur-telur dan larva-larva atau pupa, 7 atau 8 persen lebih cepat di bawah keadaan temperature yang berbeda-beda daripada di bawah temperature yang konstan dengan rata-rata yang sama (odum, 1996). Kedua percobaan tersebut tersebut mencoba melihat pengaruh faktor ekstrinsik di luar populasi hama belalang. Selain faktor suhu, juga dikemukakan bahwa peletakan telur dipengaruhi tekstur tanah, karena peletakan telur lebih mudah dilakukan di tanah yang betekstur pasiran.


·    Padang sappa dan tipe curah hujannya
            Padang sappa merupakan salah satu daerah di luwu raya yang masuk dalam sektor timur  Meliputi Kabupaten ; Luwu, Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur Bone, Wajo, Sinjai, Bulukumba,dan Bantaeng. Secara umu daerah ini jika diklasifikasikaan secara umum kedalam penyebaran curah hujan adallh dicirikan dengan dua peak yang terjadi pada bulan desember/ november dan mei. Dan pada umumnya daerah ini mengalami musim hujan yng dipengaruhi oleh  angin monsun timur yang sarat dengan uap air dari samudera Hindia sebelah timur Australia. Sehingga diwilayah ini pada umumnya musimhujan terjaadi pada bulan mei, dan kedua bulan diatas ( Hasan Tadjang, 2005).  
            Dimana  pada umunya masyarakat petani diadaerah ini, lebih mengandalkan pertanian lahan kering. Dengan melihat kondisi iklim dan curah hujan yang ada.



BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1  Hasil
1. Untuk suhu bola kering
2. Untuk suhu bola basah

2.2 Pembahasan
            Berdasarkan pada hasil diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat perubahan pola hujan di daerah padang sappa, berdasarkan pada hasil diatas cenderung stabil, dari tahun 2005 sampai tahun 2010, tingkat fluktuasi TBK dan TBB hanya rata-rata di sekitaran suhu 25-27 . Dan hanya berubah pada tahun 2009 dan 2010 dengan tingkat anomali TBK dan TBB mencapai 29 dan bahkan mencapi 30 . Suhu udara bola kering tidak dipengaruhi oleh jumlah uap air yang terkandung dalam udara. Menurut Zain dkk. (2005), dalam proses kesetimbangan kalor, suhu bola kering memengaruhi intensitas kalor yang diproduksi melalui penguapan (respirasi/evaporasi) maupun melalui konveksi, salah satunya dari sistem ventilasi. Dan Suhu bola basah akan dicapai, jika udara secara adiabatis telah jenuh oleh penguapan uap air (Zain dkk., 2005). Menurut http://www.taftan.com (1998), pengukuran suhu bola basah dapat dilakukan melalui termometer raksa yang terbalut kain basah pada ujung sensornya, dengan tujuan untuk mengurangi efek radiasi di dalam udara. Jadi jika didasarkan pada nilai suhu bola kering dan bola bashga pada tabel diatas maka dapat dikatakn bahwa daerah padang sappa, luwu timur memiliki tingkat kelembaban udara yang relatif stabil dari tahun ketahun. Daan ni sangat cocok dengan sistem pertanian lahan kering untuk dikembangkan secara maksimal, melihat periode lembab sampai basah di wilayah ini yang cenbderung merata dalm setahunnya, sehingga memberikan petunjuk bahwa panjang periode tumbuh tersedia untuk pertanian lahan kering secara alami relatif lebih panjang.
            Dan dapat pula dijelaskan bahwa, pada daerah padang sappa luwu timur ini, berdasarkan nilai suhu boal kering dan bola basah bahwa untuk wilayah ini adalah bertipe hujan B dan C, dan bertipe iklim pertanian C2 dan bahkan B. Hal ini dilihat dari pola perubahan suhu bola kering dan bola basah dari bulan ke bulan dalam satu tahun yang relatif berkisar antara 25-29 0C. Dimana pada dasarnya kelambaban sangat memepengaruhi dalam proses penguapan dan keawanan. Selain itu terlihat dari tabel bahwasuhu bola basah dan bola kering yanng terkadang cenderung sama menunjukkan bahwa, udara sudah jenuh dengan uap air dan tercapai RH = 100%. Adapun perbedaAn tinggi rendahnya suhu bola basah dan bola kering merupakan petunjuk tinggi rendahnya kelembaban nisbi udara pada saat itu.



LAMPIRAN
PETA CURAH HUJAN TAHUNAN PROPINSI SULAWESI SELATAN


























BAB III KESIMPULAN
            Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut :,
·  Padang sappa dan sekitarnya termasuk kedalam Wilayah timur (PCHPT), dan dapat dikategorikan bahwa daerah ini termasuk dalam wilayah dengan tipe curah hujan A dan B dan tipe iklim C2 atau bahkan B.
·  Padang sappa dilihat dari unsur kelembaban udaranya yang cenderung stabil namun tetap tinggi, menunjukkan bahwa kelembaban nisbi daeraah ini cenderung stabil. Dilihat dari jumlah suhu bola basah dan bola kering yang relatif sama
·  Suhu bola kering dan bola bsah merupakn salah satu parameter dalm mengukur tingkat curah hujan dalam suatu wilayah, dengan melihat tingkat evaporasi dan penyinaran dalam satu wilayah yang berimplikasi pada tingkat kelembaban.
·  Panjang musim kering dan basah daerah ini cenderung sama.


















                                                  DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. http://kadarsah. Wordpress.com/Tiga Pola Curah Hujan Indonesia « Kadarsah.htm. Diakses Tanggal 25 Desember 2010.
Anonim.2010. www. BMKG. Web. Id/ distribusi –curah hujan. Diakses Tanggal 25 Desember 2010.
Anonim.2010. http://www.rusman.wordpress.com /evaluasi-tingkat-kekeringan-propinsi.htmlDiakses Tanggal 25 Desember 2010.
Budiyanto, E., Suwardiwijaya, E., Hendarto, T., Mulyati, T.S., Nurpiah dan Limbong, R. 1999. Pengembagan Model Peramalan Belalang Kembara Pada Tanaman Pangan di Lampung Dengan Pemanfaatan SIG. Jatisari. Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Tadjang, L Hasan, dkk. 2005. Klimatologi Dasar. Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Makassar,.

1 komentar:

  1. Madhu Shekhar Bhandari is the Founder and Chairman of Consta Group, One of the UAE’s leading conglomerates with diversified interests in telecom, Insurance, Real estate, Agri and Food, Water, Transport in addition to other ventures. He has joint ventures with several global leaders- COOP Cab, E-dukan on Rent, and others.

    Madhu Bhandari has been the pioneer of Real Estate in the UAE and also started his career journey. He is the Managing Director of MBC Realty, MBC Realty has emerged with only one purpose in mind to help you sell, purchase, give or take an office on the lease, warehouses, shops, or any other kind of commercial premises you have in mind.

    Madhu Bhandari brings German-based laboratory GENETIC DNA TESTING in the facilitation with AAHN and GERMANY and also launched Five Elements-based product which changed the LIFE and made a healthier body by the name of SWAFE (Space, Water, Air, Fire & Earth).

    BalasHapus